banner 728x250

Hikayat Togar: Harmoni Gajah dan Manusia yang Tak Sekedar Mimpi

banner 120x600
banner 468x60
Tulisan: Rinai Bening Kasih
Ada 16 ekor gajah dewasa dengan mahout masing-masing berada di PKG Minas (foto/rinai-halloriau)
Ada 16 ekor gajah dewasa dengan mahout masing-masing berada di PKG Minas (foto/rinai-halloriau)

PEKANBARU – Panas bedengkang, begitu istilah orang Melayu ketika cuaca sedang terik-teriknya seperti hari itu. Mata-mata menyipit karena silau, kening-kening mengilap oleh keringat.

Syahron menyeka keringatnya, kering cuaca juga membuat kering tenggorokannya. Ia berjalan menuju sebuah pondok kayu, bermaksud mengambil minum untuk melepas dahaga ketika ia teringat anak yang mesti dijaganya masih berada di belakang.

banner 325x300

“Togar! Togar! Hei, sini kau, Nak!”

Seruan Syahron membuat telinga lebar Togar berdiri tegak, lalu bergoyang ke kiri dan kanan seiring langkah kakinya yang menandak-nandak menggemaskan menyusul Syahron yang menantinya. Tangan laki-laki berusia empat puluh tahun itu terulur ke depan, menyambut Togar. Tapi yang dinanti malah berbelok mendadak, lalu melenggang pergi dengan gaya angkuh.

“Bandel kali anak ini,” decak Syahron, alisnya mengerut tapi bibirnya menyunggingkan senyum.

Syahron mengalah, dia menyusul Togar yang sudah beralih sibuk memainkan ranting pohon dan biji-bijian yang jatuh ke tanah. Ditepuk-tepuknya kepala Togar dengan lembut.

Sekarang sudah berani usil dia. Tapi syukurlah, kalau ingat dulu kakinya hampir putus, aduh, kasihan.”

Seolah tahu pengalamannya sedang dibahas, Togar mengangkat kaki kirinya, menunjukkan torehan bekas luka di sana kepada Syahron.

Tampak dengan jelas hubungan keduanya yang terjalin erat. Tak ada raut ketakutan atau stres di binar mata kuning tembaga Togar. Meski sesekali usil, tapi Togar tetap mendengarkan mahoutnya. Bergerak saja Syahron meninggalkannya sebentar, Togar segera menyusul meski kembali memasang gaya cuek ketika Syahron menaruh perhatian.

“Dulu petugas kami yang menemukan Togar,” seorang laki-laki yang berdiri tak jauh dari pondok buka suara. Pin di seragam hijau lumutnya bertuliskan; Azwardi. Ia adalah Kepala Seksi Konservasi Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau Wilayah IV.

Azwardi mengatakan pada tahun 2019 lalu, Togar yang masih liar ditemukan dalam keadaan terluka oleh petugas BBKSDA Riau di hutan tanaman industri (HTI) PT Arara Abadi, Desa Lubuk Umbut, Kecamatan Sungai Mandau, Kabupaten Siak. Kakinya terkena jerat babi buatan manusia. Benda itu menancap tajam menembus daging hingga melukai sendi-sendinya cukup parah.

“Togar lalu dipindahkan ke sini,” ujarnya.

Sini yang dimaksud Azwardi adalah Pusat Konservasi Gajah (PKG) Minas di Taman Hutan Rakyat (Tahura) Sultan Syarif Hasyim, masih di Kabupaten Siak. PKG Minas adalah lokasi konservasi gajah binaan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR). PT PHR, bermitra dengan BBKSDA Riau dan Rimba Satwa Foundation (RSF) berupa pengelolaan mitigasi interaksi negatif antara gajah dan manusia.

Luas Tahura itu sendiri sekitar 6.000 hektare dan 20 hektare untuk kawasan PKG-nya saja. Di PKG ada 20 mahout yang menjaga Togar dan 15 gajah jinak lainnya, ada pula polisi hutan serta petugas dari BKKSDA.

“Di sini Togar dirawat tim medis, ada dokter hewannya. Kurang lebih enam bulan sampai sembuh betul,” papar Azwardi.

Di PKG Minas pulalah Togar dipertemukan dengan Syahron, mahout yang kemudian terus mendampinginya. Sejak itu pula PKG Minas menjadi rumah bagi Togar, tempat ia bebas berkeliaran tanpa ada batasan. Tidak ada jeruji, pagar-pagar beton dingin apalagi rantai besi yang mencekik kaki.

Tapi kesembuhan Togar masih menyisakan tanya, kata Azwardi. Seperti kenapa ia tidak dikembalikan ke alam bebas padahal sudah sembuh?

“Ada yang bertanya begitu. Memang idealnya semua satwa dilepasliarkan. Tapi untuk Togar, sejak awal ia sudah terpisah dari kawanannya. Justru jika dibebaskan akan membahayakan, karena gajah seumur Togar masih perlu perawatan dari senior-seniornya ini,” sebutnya sambil menunjuk empat gajah dewasa yang sedari tadi mengunyah sepeti  nenas dan semangka, tak jauh dari Togar.

“Jadi gajah kalau di alam liar itu, yang masih muda-muda seperti Togar akan selalu dilindungi oleh gajah dewasa. Makanya posisi gajah yang kecil itu selalu berada di tengah-tengah kawanan. Kita khawatir kalau mengembalikan Togar bukannya dalam rangka konservasi, malah membahayakan dia. Perlu kajianlah kalau itu.”

Dengan adanya PKG Minas yang dibina oleh PT PHR, lanjut Azwardi, setidaknya keberadaan gajah yang semakin memprihatinkan bisa diusahakan agar tidak segera punah. PKG juga bukan sekedar tempat aktifitas gajah tapi juga bisa dimanfaatkan untuk wisata edukasi dan penelitian.

“Kita dibantu dana dari PHR untuk pakan gajah-gajah di sini. Kalau bisa kita upayakan dengan adanya konservasi ini mereka bisa berkembang biak. Kita juga sering sosialisasi ke masyarakat, beri edukasi soal gajah. Sama RSF kita cari gajah-gajah liar untuk dipasangkan GPS, alat pelacak. GPS juga dibelikan PHR. Uang sosialisasi, pelatihan, operasional, syukur sekali dibantu juga oleh PHR.”

Berbagai cara dan kolaborasi dilakukan demi mengusahakan rumah yang ramah bagi para gajah, mamalia terbesar di dunia yang sering disalahpahami itu. Sebab memburu gajah adalah kejahatan serius bukan hanya karena mereka satwa dilindungi, tapi juga atas nama keselamatan ekosistem.

“Banyak yang bilang gajah suka mengamuk dan merusak kebun warga. Dia bukan mengamuk. Namanya gajah ini badannya besar dan instingnya mencari makan, tapi manusia menganggapnya mengamuk padahal memang cara makan dan tampilannya seperti itu,” kata Zulhusni Syukri dari RSF.

Ia mengelus belalai Togar. “Togar yang kecil ini saja beratnya sudah 300 kilogram. Dia lenggak-lenggok, tersenggol kita, kita jatuh juga.”

Selain membina 16 ekor gajah di PKG Minas, RSF dan BBKSDA juga mengurusi setidaknya 70 ekor gajah liar yang terbagi ke dalam beberapa kantong habitat mulai dari Kantong Balai Raja, Kabupaten Bengkalis, hingga Giam Siak Kecil di Kabupaten Siak. Gajah-gajah liar itu mencari makanan mereka sendiri dan hidup berkelompok dengan dipimpin oleh gajah betina.

16 ekor gajah dewasa yang telah dijinakkan di PKG nantinya akan dikerahkan untuk membantu menggiring kawanan gajah liar yang masuk ke dalam pemukiman masyarakat.

 

Di sini letak misi besar si kecil Togar. Ia sudah memulai masa ‘magang’nya sebagai gajah binaan bersama para gajah dewasa lainnya untuk turut membantu penggiringan.

“Togar dan gajah-gajah jinak ini, misalnya nanti ada laporan gajah liar masuk ke lahan masyarakat, mereka yang akan mengajak gajah-gajah liar itu untuk menjauh. Sesama gajah tentu bisa berkomunikasi, menunjukkan bahwa kita tidak bermaksud jahat justru melindungi,” ujarnya.

Upaya lain meminimalisir interaksi negatif antara gajah dan manusia lainnya, Zulhusni melanjutkan, adalah dengan program agroforestri yang diinisiasi PT PHR dan RSF di wilayah jelajah gajah.

“Selama ini persoalan gajah dan manusia memang tak jauh-jauh dari urusan gajah masuk kebun. Kita lalu pikirkan bagaimana cara mendukung ketahanan pangan masyarakat dan memulihkan habitat gajah secara bersamaan,” sebut Zulhusni.

Secara umum ia menguraikan bahwa agroforestri ini adalah dengan melibatkan masyarakat yang lahannya berada di home-range dan perlintasan gajah. Caranya, dengan menanam berbagai jenis tanaman bernilai ekonomi tinggi namun tidak disukai gajah atau tidak menjadi makanan gajah.

“Gajah tidak suka jengkol, matoa, alpukat, durian, jeruk dan kakao. Masyarakat bisa menanam ini. Dengan harapan selain mendukung pengurangan jejak karbon, memberdayakan ekonomi masyarakat, memperbesar ruang di mana gajah dapat diterima masyarakat sekaligus memperkecil ruang potensi interaksi negatif antara keduanya. Area yang telah ditanam sejauh ini membentang di 32 desa di dua kantong populasi gajah di Giam Siak Kecil dan Balai Raja.”

Selain itu di Giam Siak Kecil itu ada 18 desa yang menjadi perlintasan gajah. RSF membuat kelompok-kelompok masyarakat yang kemudian dinamakan Kelompok Masyarakat Peduli Gajah, satu desa satu kelompok. Masyarakat diberi edukasi dan pelatihan cara penggiringan yang baik tanpa merugikan diri mereka sekaligus tidak menyakiti gajah.

Analyst Social Performance PT PHR, Priawansyah, menilai bahwa harmoni antara gajah dan manusia bukan hal yang tidak mungkin atau sekedar mimpi. Caranya saja dan kolaborasi dengan berbagai pihak yang perlu dipikirkan.

“Peran PHR di sini yang paling dominan itu adalah pakan. Jadi pakan gajah setiap hari itu kalau kita uangkan, Rp80 ribu per satu ekor gajah. Itu akan kita biayai selama 10 tahun ke depan. Nanti akan kita evaluasi lagi, tidak menutup kemungkinan bisa lebih dari 10 tahun dan (konservasinya) bukan hanya gajah,” paparnya.

Tak tanggung-tanggung, PT PHR mengalokasikan Rp25 miliar untuk pembinaan selama 10 tahun itu.

“Per tahunnya, dari tahun ini, berarti ada Rp2,5 miliar. 15 persennya diperuntukkan juga untuk biaya operasional, bukan hanya pakan gajah. ‘Kan perlu juga biaya untuk mahout dan petugas di sini, untuk pembinaan ke masyarakat, ada acara pelatihan atau edukasi lainnya, dananya juga kita tanggung. Yang jelas untuk pakan gajah tidak akan putus selama 10 tahun. 3 tahun belakangan kami juga memberikan minimal Rp1,4 miliar per tahun yang di-handle oleh RSF untuk mengurusi 70 ekor gajah liar yang ada di kantong-kantong habitatnya,” jelasnya.

Priawansyah mengungkapkan bahwa pembinaan dan bantuan kepada PKG Minas, berkolaborasi dengan RSF dan BKKSDA, merupakan wujud dari rasa tanggung jawab sebagai korporasi yang bekerja berdampingan langsung dengan habitat para satwa.

Dari kolaborasi pihak-pihak tersebut, diharapkan bukan hanya Togar dan gajah-gajah lain yang bisa diselamatkan tapi juga ekosistem dan kelangsungan hidup manusia.

“Dunia migas ini juga harus bisa ikut terlibat dalam konservasi-konservasi satwa dan biodiversity, program apapun itu yang sekiranya bisa membantu menciptakan rumah ramah bagi para gajah, dunia yang lebih baik tanpa harus bergesekan. Sebab ‘kan bukannya tidak mungkin kita bisa hidup harmonis berdampingan. Iya, ‘kan, Togar?” kata dia sembari menoleh pada Togar yang cuek karena sibuk bermain dengan mahoutnya.

Sumber: Halloriau.com

Catatan: Karya Rinai Bening Kasih yang juga salah satu pengurus JMSI Riau berhasil menjadi juara 2 Pertamina Hulu Rokan Award 2023 kategori media online yang diumumkan hari ini 27/09/2023 Judul tulisannya Hikayat Togar: Harmoni Gajah dan Manusia yang Tak Sekedar Mimpi

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *